Analisis Struktural Cerpen Harimau Belang Karya Guntur Alam

 ANALISIS STRUKTURAL CERPEN “HARIMAU BELANG” KARYA  GUNTUR ALAM
Diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah apresiasi prosa yang diampu oleh 
Sri Utami, M.P.d

Disusun oleh
Ika Septi Nurul Arini (NIM : 1888201025)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR



BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan dunia sastra dari sejak awal kemunculan sampai saat ini mengalami kemunculansampai sat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Setiap karya sastra memiliki cirri dan latar belakang yang berbeda setiap periodenya. Cerpen salah satunya karya sastrayang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Cerpen merupakan bentuk karya sastra imajinatif yang tergolong ke dalam prosa-fiksi. 
Sebagai salah satu bentuk karya sastra, cerita pendek (cerpen) ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yag universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya jadi tidaklah mengherankan jika seorang pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniature kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya si pembaca itu akan tertaawa, sedih, bahagia, kecewa, marah, dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.
Melihat gambaran kenyataannya seperti itu, maka jelaslah bahwa sastra (cerpen) telah berperan sebagai pemekat sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan seperti yang diungkapkan Saini K.M. (1989:49). 
Tidak hanya itu, kiranya cerpen dengan segala permasalahannya yang universal itu ternyata menarik juga untuk dikaji. Bahkan tidak pernah berhenti orang yang akan mengkajinya. Seperti halnya saya mencoba mengkaji cerpen sebagai bahan kajian prosa-fiksi dalam mata kuliah aprresiasi prosa. Cerpen yang saya kaji adalah cerpen yang berjudul Harimau Belang Karya Guntur Alam. Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dalam upaya memahami dan menambah referensi bahan kajian prosa-fiksi berupa cerpen. 

B. Sinopsis Cerpen 
Cerpen Harimau Belang Karya Guntur Alam menceritakan tentang seekor harimau belang yang meresahkan masyarakat. Harimau ini mulai dipercaya masyarakat sebagai titisan leluhur dinamakan Puyang. Semenjak beberapa waktu belakangan harimau ini mulai masuk di desa memakan ternak masyarakat dan juga menyerang salah satu anak hingga tewas. Hal itulah yang membuat masyarakat sepakat untuk memburu harimau ini agar tidak lagi menyerang warga dan ternak warga. Hingga di suatu malam sepakatlah ratusan masyarakat untuk mencari harimau ini. Nalis sebagai pemeran utama dalam cerpen ini juga ikut mencari harimau ini. Tetapi istrinya bernama Menot gelisah karena ia sedang hamil anak ketiga mereka. Sementara kedua anak sebelumnya masih belia. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk kepada suaminya jika ia ikut mencari harimau ini. Namun, suaminya tetap kekeh untuk ikut bersama warga. Saat hari ketika suamminya pergi bersama warga mencari harimau itu di sore hari. Menot memutuskan untuk mandi di Danau Piabong karena ia tahu danau itu pasti sepi. Ia meminta anak pertamanya menjaga adiknya. Ia pun menuju ke danau itu. Setelah ia mandi ia terkejut tetiba ada harimau di depan matanya. Ia berteriak menyebut Puyang.

 C.Tujuan Kajian
Tujuan dari penulisan analisis ini adalah sebagai tugas Ujian Akhir Semester Ganjil mata kuliah Apresiasi Sastra di Universitas Nahdlatul Ulama Blitar (UNU BLITAR), semester 3 tahun ajaran 2019/2020. 
Memaparkan analisis struktural cerpen “Harimau Belang” Karya Guntur Alam sebagai proses pembelajaran dalam mata kuliah apresiasi prosa.

D. Inti 
 1.Teori 
Dalam telaah sebuah prosa, analisis struktur adalah sesuatu yang utama dan sangat perlu dianalisis terlebih dahulu karena sifat kompleks yang dimilikinya, sebagaimmana yang dikatakan oleh Knok C. Hill dalam Pradopo, bahwa sebuah karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Menurut Dresden dalam A. Teeuw, analisis struktur karya sastra yang ingin diteliti dari segi manapun juga merupakan tugas prioritas bagi setiap peneliti sastra, yang merupakan pekerjaan pendahuluan, karena sebuah karya sastra meupakan “dunia dalam kata”. Maksud dari sebutan tersebut adalah sebuah karya satra mempunyai kebulatan makna intrinsik, yang hanya bisa kita gali dari karya itu sendiri. 
Menurut Aristoteles dalam A. Teeuw, keteraturan atau susunan plot yang masuk akal, ruang lingkup yang cukup luas, kesatuan dan keterikatan plot disebut sebagai syarat utama yang mutlak bagi struktur sebuah karya saatra, agar dapat dikatakan berhasil dan bernilai. 

2. Metode 
Karya sastra disusun oleh dua unsure penyusun yang membangunnya, yaitu unsure intrinsic dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsic adalah unsur yang menyusun suatu karya sastra dari dalam yang mencakup : tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan lain sebagainya. Sedangkan unsur  ekstrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya satra dari luarnya mencakup aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. 
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode structural. Prinsip dasar dari pendekatan structural, menurut Teeuw (1984:135-136) adalah (a) pendekatan struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat mungkin keterkaitan unsur-unsur karya sastra yang membentuk makna menyeluruh, (b) pendekatan struktural tidak menjumlahkan unsur-unsur, (c) pendekatan structural berusaha menyematikkan termasuk menyemantikkan gejala bunyi dalam karya puisi, (d) pendekatan struktural menganggap bahwa keseluruhan makna karya satra berada dlam keterpaduanstruktur total. 
Keuntungan metode struktural yang memegang teguh kelengkapan, keterjalinan struktur dan otonomi karya sastra, serta metode telaah sastra yang disukai ini adalah sebagai berikut: (a) penelaah tidak perlu memiliki latar belakang budaya, sejarah, psikologi sosiologi, filsafat dan sebagainya yang cukup luas untuk membaca karya sastra, (b) pembaca dapat menggali struktur karya sastra sedalam-dalamnya sampai pada keterjalinannya yang paling rumit sekalipun, dan (c) pembaca dapat menelaah karya sastra secara objektif karena hanya menelaah struktur karya sastra.  

3. Analisis strutural Cerpen “Harimau Belang” 
Alur, alur dalam cerita ini adalah alur maju-mundur. 
Alur menurut Suminto A. Sayuti (2003:31) diartikan sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu rangkaian tertentu dan berdasarkan hubungan-hubungan konsolitas itu memiliki struktur-strukturnya itu terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian tengah, dan bagian akhir. 
Bagian awal, pada bagian awal cerita ini penulis memaparkan tentang kondisi si tokoh Menot yang sedang khawatir dengan keadaan Nalis suaminya yang tengah berburu dan belum kembali sejak subuh. Sedangkan waktu itu sedang turun hujan dan Menot sendiri tengah hamil. Penulis juga menceritakan apa penyebab Nalis suami Menot pergi berburu Puyang dengan alur cerita mundur atau flashback. 
Bagian tengah, pada bagian tengah ini permasalahan mulai muncul dengan adanya pertentangan pemikiran antara tokoh Menot dan Nalis. Yang mana Menot tidak ingin bahwa suaminya tidak ikut memburu Puyang dikarenakan kekhawatirannya atas keselamatan sang suami dan keadaannya yang kini tengah hamil. Menot takut terjadi apa-apa dengan sang jabang bayinya seperti apa yang dikatakan oleh banyak orang bahwa jika istri sedang hamil suami tidak boleh berbuat macam-macam dengan binatang. Namun Nalis tetap tidak menggubris apa yang dikhawatirkan istrinya dengan alasan sudah banyak korban berjatuhan karena ulah Puyang tersebut. 
Bagian akhir, terakhir pada bagian akhir ini penulis memaparkan adanya penyelesaian yang tidak sempat direalisasikan atau endingnya masih belum jelas. Penulis menceritakan tentang penyelesaian masalah penyebab Puyang turun ke desa dan memakan binatang ternak warga bahkan anak-anak di sekitar desa. Penyebabnya adalah adanya pabrik kertas yang menyebabkan hutan semakin gundul dan terkikis sehingga membuat puyang terpaksa turun ke desa karena kelaparan. 
Namun, bagian akhir cerita ini alurnya maju. Karena penyelesaian dalam cerita ini hanya ada dalam pemikiran tokoh Menot dan situasi kembali pada awal cerita ketika Menot tengah khawatir dengan keadaan Nalis suaminya. Singkat cerita akhirnya Menot pergi ke sungai Piabong untuk mandi dan ia bertemu dengan Puyang yang sudah bersiap untuk menerkamnya setelah ia bersiap utuk kembali ke rumah. Penulis tidak menceritakan dengan jelas bagaimana keadaan Menot setelah bertemu dengan Puyang yang mengakibatkan akhir dari cerpen ini sedikit membingungkan tanpa adanya ending cerita yang jelas. 
Tokoh dan penokohan 
Menurut Sudjiman (2006;79) tokoh merupakan individu rekaan yang mengalamani peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Penokohan merupakan gambaran tokoh yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang ditafsirkan  memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yag dilakukan dalam tindakan. Berikut tokoh-tooh yang ada dalam cerpen “Harimau Belang” diantaranya: 
Tokoh Menot, tokoh ini adalah tokoh pendamping dan sebagai tokoh pertama yang dikenalkan dalam pembukaan  awal cerita. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai seorang istri yang tengah hamil lima bulan, peduli terhadap suaminya, dan bertanggung jawab mengurusi kedua anaknya. Hal ini bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut: 
Menot mengusap perutnya yang tengah hamil lima bulan. Hatinya sedikit cemas. Hujan yang tak kunjung reda membuatny teringat dengan Nalis, lakinya yang sudah pergi sejak subuh. Bukan pergi menyadap karet seperti biasa, bukan. Nalis dan lanang-lanang dewasa dusun Tanah Abang sedang pergi berburu. Bukan asal berburu pula, tapi berburu harimau belang. 
Menot sudah selesai masak makan malam. Hatinya masih diserang cemas. Dia ingin memastikan Nalis tak menyentuh harimau itu. 
Tokoh Nalis, tokoh ini merupakan tokoh sampingan, yang kehadirannya hanya sebagai pelengkap atau pendamping tokoh utama. Pengarang menggambarkan tokoh ini sebagai seorang suami yang peduli terhadap keselamatan anak-anaknya dan desanya, dia juga tokoh yang teguh pendirian dan menepati janji. Hal ini bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut: 
“klau tak dibunuh, rimau itu akan makan orang lagi. Iya kemarin anak lanangnya kudik, besok-besok bisa jadi anak kita,” tukas Nalis. 
“aku tak bisa, dik. Semua lanang sudah bermufakat di rumah kades kemarin malam, kita akan memburu rimau ini. Kau tenang sajalah, ada ratusan orang. Bukan aku sendiri yang mengejarnya.” 
Tokoh Harimau atau Puyang atau Rimau, tokoh ini adalah sebagai tokoh utama dan digambarkan sebagai seekor pemangsa yang buas memangsa binatang ternak juga anak-anak. Hal ini bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut: 
Sebulan silam, harimau belang keluar dari dalam rimba, masuk ke dusun dan memangsa ternak. Beberapa kambing sudah dimakan, juga anak sapi. Mula-mula orang dusun tak tahu ihwal ini, mereka menduga dusun sudah taka man. Ada maling yang menggondol hewan-hewan itu seminggu kemudian beberapa orang menyaksikan sendiri, harimau belang berukuran besar menyergap kambing yang sedang merumput di darat dusun, batas kampong dengan rimba. 
Tiga minggu tidak mendapatkan ternak lagi, dia menyergap anaknya Kudik. Bocah laki-laki enam tahun itu diterkamnya saat tengah bermain perang-perangan dengan kawan-kawannya di darat dusun. 
Tokoh Latas dan Pebot, tokoh ini merupakan tokoh sampingan yang digambarkan sebagai dua orang anak yang penurut dan lugu. Hal ini bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut: 
“Tas, jaga adik. Emak nak mandi ke Piabong,” ucapnya pada Latas, anak sulungnya yang berumur Sembilan tahun itu. bocah laki-laki itu hanya menoleh sekilas dan mengangguk, lalu matanya kembali tertuju ke layar tivi yang menayangkan film kartun Spongebob. Sementara Pebot, adiknya yang berumur lima tahun duduk di sampingnya. 
Tokoh Seron, merupakan tokoh figuran, yang mana dalam cerpen ini dia diceritakan sebagai salah satu korban yang kambingnya menjadi sasaran mangsa oleh harimau belang atau Puyang. Hal ini bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut: 
Cerita tentang harimau yang menyergap kambing milik Seron itu segera edar. Orang-orang yang penasaran segera mengikuti jejak harimau yang membekas di tanah, juga bekas badan kambing yang diseret. 
Tokoh Fajar, tokoh ini adalah tokoh figuran, yang mana dalam cerpen ini dia diceritakan sebagai seorang remaja yang diterima kerja menjadi satpam di BHT. Hal ini bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut: 
“Fajar anak Samin diterima jadi satpam di BHT,” ucap Nalis tiba-tiba. Menot tersentak, dia menoleh. “lumayan besar gaji jadi satpam. Sayangnya orang-orang dusun Cuma kebagian jadi satpam, tukang kayu, tukang angkut kayu di pabrik bubur kertas itu. Tak ada yang diangkat jadi bos.” 
Tokoh anak pertama Ceok dan anak gadis Genepo, tokoh ini digambarkan sebagai tokoh yang memiliki fisik kurang lengkap atau cacat dikarenakan sewaktu masih dalam kandungan ayahnya melakukan penganiayaan terhadap hewan. Yang mana hal itu berakibat buruk bagi sang jabang bayi, hal itu sudah menjadi kepercayaan warga daerah Tanah Abang. Bahwa jika seorang ibu tengah hamil dan sang suami berbuat sesuatu terhadap binatang akan berdampak buruk bagi sang bayi. Hal ino bisa terlihat pada penggambaran sebagai berikut: 
Anak pertama Ceok terlahir dengan badan lumpuh layu, tak bisa bergerak, terkapar saja di atas kasur walau bujang itu sudah berumur lima tahun. Dulu saat bininya hamil muda, Ceok sempat menghajar ular hitam yang ditemui di kebun karetnya. Ular itu melarikan diri, tak mati tapi tapi babak belur kena pukulan kayu dari Ceok. Saat anaknya lahir,anaknya lumpuh layu. Orang-orang dusun mengatakan, Ceok kualat gara-gara ular hitam itu. 
Anak ganis Genepo yang sekarang berumur empat tahun juga mengalami asib malang. Bibirnya sumbing lidahnya sedikit belah di ujung, dan anak cantik itu gagu. Melihat kondsii anak gadisnya tersiar kabar kalau kalau laki-laki berperawakan gempal itu bercerita, saat bininya hamil empat bulan, dai pergi mancing ikan baung di danau Piabong. Seekor baung yang terjerat pancing tiba-tiba lepas dan jatuh ke danau lagi saat Genepo hendak memasukkannya ke dalam keranjang. Bibir ikan itu sobek dan mulutnya rusak karena kail pancing mendengar itu orang-orang dusun mengatakan, nasib malang anaknya kutukan dari ikan baung. 
Latar 
Menurut Sudjiman (2006:48) segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang terkait dengan waktu ruang, dan susunan terjadinya peristiwa dalam karya sastra dikenal dengan sebutan latar.  Pada analisis ini, penulis lebih memfokuskan pada latar suasana (hujan), tempat(dusun Tanah Abang, barat dusun, pabrik kertas, rumah limas, sungai Piabong, dapur) dan waktu (sejak subuh, jelang siang, sore jelang petang atau pukul lima sore, malam). 
Hatinya sedikit cemas. Hujan yang tak kunjung reda membuatnya (Menot)   teringat dengan Nalis, lakinya yang sudah pergi sejak subuh. 
Sebulan silam, harimau belang keluar dari dalam rimba, masuk ke dusun (Tanah Abang)dan memangsa ternak. Harimau belang berukuran besar menyergap kambing yang sedang merumput di darat dusun, batas kampong dengan rimba. 
Gemparlah Tanah Abang jelang siang itu.
“Besok aku akan ikut orang-orang beburu rimau,” ucap Nalis tadi malam, ketika dia dan Menot duduk di dapur. Kedua anaknya lanangnya, sudah tertidur pulas di tengah limas. 
Tema 
Menurut Sudjiman (2006:78) tema adalah gagasan, ide, ataupun pikiran utama di dalam karya sastra yang terungkap atau tidak. 
Dalam cerpen “harimau Belang” pengarang menceritakan tentang seorang tokoh bernama Menot yang khawatir akan keselamatan suami dan jabang bayinya. Dia juga berpikir bahwa alasan sang suami untuk memburu harimau belang memang demi keselamatan warga dusun agar tidak berjatuhan korban lagi, dan alasan harimau belang turun ke desa mungkin karena adanya pabrik kertas yang membuat hutan tempat tinggalnya gundul dan binatang yang ada di dalamnya pun kehilangan habibat aslinya. 
Dalam cerpen ini pengarang mengambil tema tentang fenomena alam yang dikaitkan dengan kehidupan sosial masyarakat desa yang masih mempercayai mitos dan penghasilan utama mereka adalah sebagai seorang petani di kebun karet milik pabrik. Dalam cerpen ini juga menceritakan tentang ketidakbertanggung jawabnya pabrik pembuat kertas yang memanfaatkan kayu di hutan tanpa memikirkan dampak penggundulan hutan tanpa disertai reboisasi dan tidak adanya tanggung jawab tentang pencemaran sungai akibat pembuangan air limbah yang tidak tepat. Hutan sebagai habitat atau tempat tinggal binatang menjadi terbengkalai dan membuat binatang terpaksa mencari makan ke dusun karena kelaparan. Hal tersebut juga menimbulkan masalah di dusun karna harimau belang yang kelaparan tersebut memakan banyak korban. 
Amanat 
Menurut Wahyudi Siswanto (2008:161-162) pengertian amanat adalah suatu gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca dan pendengar. 
Pada cerpen “Harimau Belang” ini mengandung amanat antara lain (a) Saling bekerja sama untuk melindungi warga dusun dari berbagai macam gangguan (b) Musyawarah untuk mufakat (c) Jangan menggunduli hutan karena hutan adalah habitat binatang (d) Mengadakan reboisasi setelah penebangan agar kelestarian hutan tetap terjaga (e) Jangan membuang limbah pabrik di sungai karena akan mengakibatkan pencemaran sungai. 
BAB 2
SIMPULAN
Cerpen “Harimau Belang” Karya Guntur Alam memiliki alur yang kurang menarik menurut saya. Karena akhir ceritanya yang kurang memuaskan pembaca. Unsur-unsur intrinsik dalam cerpen ini antara lain: 
A. Alur dalam cerpen “Harimau Belang” ini adalah maju mundur. Karena awal cerita mengisahkan tentang keadaan tokoh Menot waktu itu. Setelah itu alurnya berubah mundur atau flashback menceritakan sebab pemburuan Puyang, terakhir adalah alur maju yang mengisahkan tentang keadaan awal tokoh Menot yang masih menghawatirkan sang suami dan singkat cerita menot bertemu dengan Puyang ketika mandi di sungai Piabong. 
B. Latar yang ada dalam analisis ini, penulis lebih memfokuskan pada latar suasana (hujan), tempat(dusun Tanah Abang, barat dusun, pabrik kertas, rumah limas, sungai Piabong, dapur) dan waktu (sejak subuh, jelang siang, sore jelang petang atau pukul lima sore, malam). 
C. yang ada dalam cerpen ini pengarang mengambil tema tentang fenomena alam yang dikaitkan dengan kehidupan sosial masyarakat desa yang masih mempercayai mitos dan penghasilan utama mereka adalah sebagai seorang petani di kebun karet milik pabrik. Dalam cerpen ini juga menceritakan tentang ketidakbertanggung jawabnya pabrik pembuat kertas yang memanfaatkan kayu di hutan tanpa memikirkan dampak penggundulan hutan tanpa disertai reboisasi dan tidak adanya tanggung jawab tentang pencemaran sungai akibat pembuangan air limbah yang tidak tepat. Hutan sebagai habitat atau tempat tinggal binatang menjadi terbengkalai dan membuat binatang terpaksa mencari makan ke dusun karena kelaparan. Hal tersebut juga menimbulkan masalah di dusun karna harimau belang yang kelaparan tersebut memakan banyak korban. 
D. Amanat yang ada dalam cerpen “Harimau Belang” ini antara lain (a) Saling bekerja sama untuk melindungi warga dusun dari berbagai macam gangguan (b) Musyawarah untuk mufakat (c) Jangan menggunduli hutan karena hutan adalah habitat binatang (d) Mengadakan reboisasi setelah penebangan agar kelestarian hutan tetap terjaga (e) Jangan membuang limbah pabrik di sungai karena akan mengakibatkan pencemaran sungai.
DAFTAR RUJUKAN
Analisis Cerpen “Cincin Kawin”
http://pondokkangmanan.blogspot.com/2012/06/tugas-kajian-prosa-fiksi.html?m=1
Pengertian Amanat
http://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-amanat.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak Lagi

Jalan Masing-Masing