Postingan

Melawan Kegagalan

Gambar
Baiklah .  Kegagalan yang pernah kutemui memang tak seberapa dikira. Semenyesal apapun itu ternyata aku masih harus menerima lagi dan lagi. Kembali dari langkah awal mencoba suatu hal. Awalnya menyenangkan, kemudian dipatahkan oleh kegagalan.  Menyebalkan .  Ada baiknya aku bertemu dengannya. Aku bisa lebih berhati-hati sekaligus teliti. Bahwa harapan yang kau ungkapkan tak semudah itu didapatkan. Tak segampang itu digenggam. Lantas, Tuhan menciptakan kegagalan sebagai batu loncatan. Sebagai langkah awal kesuksesan itu kudapatkan.  Sulit .  Memang tidak mudah menyesuaikan diri dengan keadaan serta kenyataan yang tak biasa dilakukan. Dengan kejadian-kejadian yang secara tiba-tiba mengejutkan. Kadang membawa bahagia, tak jarang juga membawa kecewa.  Wajar .  Hidup memang tak semudah itu dibayangkan. Bukan drama televisi yang berakhir happy. Jadi, jangan pasrah dengan kegagalan. Hadapi. Lawan dia dengan semangat berkali-kali. Jatuhkan dia deng...

Semoga ya?

Gambar
Hai..  Sejak kapan kita tak bersua? Sudah lupa atau pura-pura melupa? Jarak antara kau dan aku memanglah beda. Tapi, aku tak pernah inginkan lebih atas jarak yang terlanjur ada. Tak pula angankan bahagia seakan hari esok tetaplah sama—tertawa. Kehadiranmu seakan energi positif untukku tampung. Ucapanmu yang tak pernah memojokkan, gampang mengalah, tak pernah ambil pusing soal sifatku yang terlalu kekanakan. Memang adanya demikian, aku tak bisa buat perubahan. Tuhan sudah hadirkanku tanpa kumau, tanpa kupinta akan jadi seperti apa sejak di kandungan.  Oiya, hari ini lakumu benar-benar membuatku tak karuan kira. Usahaku berprasangka tak jauh dari kata biasa dan semoga. Tapi, ada-ada saja yang inginkanku berbuat dusta. Mengajakku berpikiran jahat tentang keberadaanmu yang memang jarak saja tak mampu hadirkanmu di hadapanku. Segera kutepiskan pikiran itu. Kubuang jauh-jauh seakan tak pernah bertemu. Dan nyatanya, aku bisa melawan prasangka buruk itu.  Aku tak mema...

Sekian.

Gambar
Rupamu masih sama; muram durja  Menunjukkan sisi paling tak diingini,  Berusaha melepas karut-marutnya duniawi,  Berujung 'terserah' lalu kembali 'pasrah'.  Anggapan bahagia di depan sana tak kunjung terjamah rasa,  Hanya mengaduk-aduk logika berdalih fakta tak berupa,  Seolah meyakinkan namun menjerumuskan.  "Masa bodo dengan pandangan orang" p ikirmu  Melelahkan,  Melemahkan,  Sekian.  —Hanya Aku— 

Ada apa?

Tiap kali mata ini masih terjaga,  Pasti ada pikiran kalut di dalam dada.  Menyudutkan diri sendiri dalam kekhawatiran,  Menyalahkan diri sendiri atas segala kepahitan.  Jika tidak segera dibaringkan dengan mata terpejam,  Otakku hanya akan mengumpulkan materi negatif.  Tentu saja mulutku tetap membisu.  Namun, otakku akan selalu bicara tiap kali ingin ku istirahatkan.  Bahkan bukan lagi dia yang memenuhi semuanya.  Tapi dia hanya berubah tugas.  Dari yang awalnya objek kebetulan menjadi objek kesengajaan yang pura-pura diselesaikan.  Ini bukan lagi prosa yang awalnya ingin kujadikan. Tapi, malah jadi cerita bercandaan yang dipaksa keluar. Padahal aku ingin mengenangnya malam ini. Eh, kenapa begini yang tercipta.  Maaf. Harus membuang-buang waktu untuk membuka tulisan yang tak pernah bisa diajak serius. Padahal aku sudah berniat ingin memberimu wejangan terhebatku. Kehendakku dikendalikan tangan dan otakku malam ini. Aku terpak...

Harus bagaimana?

Mengalah atas hal yang belum tentu nggenah apakah salah?  Kemarin, rasanya melegakan.  Kini rasanya menyesakkan.  Apa harus kupaksa tertawa seakan baik-baik saja jika kenyataannya berbeda.  Kupikir semuanya sudah, nyatanya malah semakin susah.  Berpaling pun hanya sementara.  Tak bisa membiusku selamanya.  Rentan sekali sepi ini menyiksa batinku.  Membuatku terperanjat kala bayangan itu datang.  Bukan penyesalan atau rasa kesal.  Hanya...  Masih tak bisa lepas begitu saja.  Dibutakan sementara namun berlanjut dalam waktu yang tak terduga.  Harus bagaimana? 

Terima Kasih

Kepada semesta yang tak pernah aku meminta lebih. Kepada takdir yang mana aku tak pernah memungkiri kehendak-Nya. Kepada aku yang terlalu banyak menyumpahi diri sendiri. Dan kepada lingkungan yang terlalu baik untuk menghadirkan aku diantaranya. Terima kasih atas kebaikan yang selama ini Cuma-Cuma kudapatkan. Yang tak pernah aku meminta yang sebaik dan sesempurna ini kudapatkan. Terima kasih atas segala perasaan yang pertama kali aku dapatkan. Perasaan yang membuatku merasa cukup untuk dilahirkan, dan tidak pernah ingin dilahirkan kembali.  Begitu banyak kepahitan yang sengaja kutelan sendiri. Begitu banyak hadiah yang kudapat setelahnya pula. Aku ingin semua itu berada dalam ingatanku sendiri, dalam kisah yang tak ingin kusengajakan hadir dan menetap untuk tiap kepala orang-orang. Semakin aku mencoba menutupinya, semakin tak kuasa diriku muak dibuatnya. Muak karena sebenarnya aku tidak pernah bisa menahan semua itu sendirian, muak untuk mengeluhkan semua itu tanpa adanya pendengar...

Alasan merindu

 Aku menemukan dirimu dalam kekosongan diriku. Berupa gombalan-gombalan ringan yang menyenangkan. Berhamburan dalam rasa yang tak karuan. Aku tau itu tak nyata adanya. Kedatanganmu yang tiba-tiba dengan alur yang bisa kubaca. Yang kulihat ada pada tiap manusia yang penasaran akan sesuatu hal; tentangku. Yang seolah tertutup di suatu masa, dan kini aku tak ada di sana— di masa itu.  Kecewa mungkin. Tak percaya apalagi. Tak tertarik lagi dengan tingkahku yang ambigu. Bahkan aku yang selalu mengulur waktu. Mempermainkan kode yang sebenarnya aku tak mengerti apa maksudnya. Aku tak percaya pada diriku sendiri yang belum pernah menemui ini. Menemui kisah di mana ada aku dan kau yang saling tarik menarik, kata seseorang. Kami adalah aku dan kau yang tertunda ada, atau takkan pernah ada. Hanya saling bergurau sebab waktu yang semakin membosankan. Sedang dipusingkan dengan kehidupan yang sudah pahit dirasakan. Tanpa kata saling menguatkan, hanya gurauan. Sebentar.  Ada keinginan l...