Postingan

Simpang Siur

Gambar
Semakin bertambah usia bukannya tambah amalannya malah semakin sulit menerima. Semakin dibutakan dunia. Seolah yang telah digariskan tak dapat dipercaya.  Keyakinan akan hal itu masih ada. Hanya saja semakin berkurang jumlahnya. Ketakutan akan kebenarannya pun sempat menciutkan nyali. Tapi, tak bertahan lama. Ia sering diingatkan takdir, diingatkan kematian, dan hari akhir. Ingatannya membantunya pulih, tapi kehidupan masih gigih mengajaknya egois.  Kedewasaan itu membuatnya payah sekaligus tak terarah. Kadang sedih, kadang bahagia berlebihan. Ada kalanya waktu membuatnya termenung atas kekosongan yang selama ini jadi beban di otaknya. Pikiran tentang-Nya semakin samar. Bahkan kewajiban pun sekadar saja ia kerjakan. Perasaan kosong itu membuatnya bingung, takut, dan putus asa. Seolah penyesalan akan pilihan yang selama ini ia pikir bisa nembawanya kembali ternyata meninggalkannya sendiri.  Tersesat. Ia tersesat di antara ketidaktahuan akan hidup. Akan keegoisa...

Sejenis Pertanyaan Akan Impian

Gambar
Saat kecil, bermimpi merupakan sebuah keharusan. Berani mengatakan akan jadi apa kau di masa depan. Tak jarang mimpi itu berubah-ubah dan itu merupakan suatu hal yang lumrah.  Ketika dewasa kau semakin yakin akan dihadapkan pada dunia yang seperti apa. Namun, saat kau melihat sekelilingmu keadaan berubah seketika. Berbagai opini tak berisi mampir dalam benakmu. Memecah-belah kerangka mimpi yang kau susun rapi. Merusak kepercayaan kepada diri sendiri. Bukan hanya itu, ada waktu di mana mimpi itu tak lagi berharga. Tak ada lagi gairah untuk mewujudkannya. Hingga suatu ketika kau takut untuk bermimpi. Merasa tak pantas memiliki mimpi.  Antara ingin dan pasrah sama-sama saling menyerah. Kebebasan yang selama ini kau dapatkan pun ternyata beban. Banyak orang yang harus dibahagiakan. Dibanggakan. Serta ditanggung masa depannya. Pikiran hanya tertuju pada dunia; harta. Bahkan bahagia pun seperti hal yang tak wajib ada.  Pemahaman itu kau tau salah. Tak benar. Tapi, e...

Anggapan dianggap dan Tak dianggap

Gambar
Aku tak pernah berani mengecap diriku sebagai seorang 'sahabat', pun belum pernah mendengar dianggap 'sahabat'.  Masa pertama dan terakhirku dianggap atau tak dianggap ketika aku di bangku SMP.  Masih tergambar begitu jelas perlakuan mereka yang dulu pernah memicingkan mata seolah tak suka. Hingga aku melarikan diri ke tempat yang dianggap 'tabu' yang bahkan bisa lebih menerimaku dari yang kukira.  Hingga masa itupun berakhir dan aku dipertemukan dengan kebaikan yang luar biasa. Tak memandangku bagaimana dan seperti apa. Namun, rasanya perlakuan baik itu sebatas kata "sewajarnya". Mungkin orang jawa biasa menyebutnya " ampreh pantese ".  Pernah pula aku merasakan seperti dikhianati, tak dipercayai, bahkan tak dipedulikan. Hal itu sudah menjadi kebiasaan yang sejak kini pun masih pula terjadi dalam hidupku.  Sebab terbiasa aku jadi tak merasakan kecewa berlebihan. Lebih memprioritaskan kelakuan diri sendiri yang lebih baik kepada o...

Melawan Kegagalan

Gambar
Baiklah .  Kegagalan yang pernah kutemui memang tak seberapa dikira. Semenyesal apapun itu ternyata aku masih harus menerima lagi dan lagi. Kembali dari langkah awal mencoba suatu hal. Awalnya menyenangkan, kemudian dipatahkan oleh kegagalan.  Menyebalkan .  Ada baiknya aku bertemu dengannya. Aku bisa lebih berhati-hati sekaligus teliti. Bahwa harapan yang kau ungkapkan tak semudah itu didapatkan. Tak segampang itu digenggam. Lantas, Tuhan menciptakan kegagalan sebagai batu loncatan. Sebagai langkah awal kesuksesan itu kudapatkan.  Sulit .  Memang tidak mudah menyesuaikan diri dengan keadaan serta kenyataan yang tak biasa dilakukan. Dengan kejadian-kejadian yang secara tiba-tiba mengejutkan. Kadang membawa bahagia, tak jarang juga membawa kecewa.  Wajar .  Hidup memang tak semudah itu dibayangkan. Bukan drama televisi yang berakhir happy. Jadi, jangan pasrah dengan kegagalan. Hadapi. Lawan dia dengan semangat berkali-kali. Jatuhkan dia deng...

Semoga ya?

Gambar
Hai..  Sejak kapan kita tak bersua? Sudah lupa atau pura-pura melupa? Jarak antara kau dan aku memanglah beda. Tapi, aku tak pernah inginkan lebih atas jarak yang terlanjur ada. Tak pula angankan bahagia seakan hari esok tetaplah sama—tertawa. Kehadiranmu seakan energi positif untukku tampung. Ucapanmu yang tak pernah memojokkan, gampang mengalah, tak pernah ambil pusing soal sifatku yang terlalu kekanakan. Memang adanya demikian, aku tak bisa buat perubahan. Tuhan sudah hadirkanku tanpa kumau, tanpa kupinta akan jadi seperti apa sejak di kandungan.  Oiya, hari ini lakumu benar-benar membuatku tak karuan kira. Usahaku berprasangka tak jauh dari kata biasa dan semoga. Tapi, ada-ada saja yang inginkanku berbuat dusta. Mengajakku berpikiran jahat tentang keberadaanmu yang memang jarak saja tak mampu hadirkanmu di hadapanku. Segera kutepiskan pikiran itu. Kubuang jauh-jauh seakan tak pernah bertemu. Dan nyatanya, aku bisa melawan prasangka buruk itu.  Aku tak mema...

Sekian.

Gambar
Rupamu masih sama; muram durja  Menunjukkan sisi paling tak diingini,  Berusaha melepas karut-marutnya duniawi,  Berujung 'terserah' lalu kembali 'pasrah'.  Anggapan bahagia di depan sana tak kunjung terjamah rasa,  Hanya mengaduk-aduk logika berdalih fakta tak berupa,  Seolah meyakinkan namun menjerumuskan.  "Masa bodo dengan pandangan orang" p ikirmu  Melelahkan,  Melemahkan,  Sekian.  —Hanya Aku— 

Ada apa?

Tiap kali mata ini masih terjaga,  Pasti ada pikiran kalut di dalam dada.  Menyudutkan diri sendiri dalam kekhawatiran,  Menyalahkan diri sendiri atas segala kepahitan.  Jika tidak segera dibaringkan dengan mata terpejam,  Otakku hanya akan mengumpulkan materi negatif.  Tentu saja mulutku tetap membisu.  Namun, otakku akan selalu bicara tiap kali ingin ku istirahatkan.  Bahkan bukan lagi dia yang memenuhi semuanya.  Tapi dia hanya berubah tugas.  Dari yang awalnya objek kebetulan menjadi objek kesengajaan yang pura-pura diselesaikan.  Ini bukan lagi prosa yang awalnya ingin kujadikan. Tapi, malah jadi cerita bercandaan yang dipaksa keluar. Padahal aku ingin mengenangnya malam ini. Eh, kenapa begini yang tercipta.  Maaf. Harus membuang-buang waktu untuk membuka tulisan yang tak pernah bisa diajak serius. Padahal aku sudah berniat ingin memberimu wejangan terhebatku. Kehendakku dikendalikan tangan dan otakku malam ini. Aku terpak...